Sabtu, 06 September 2008

Amburadulnya KPU Purwakarta

Amburadulnya KPUD Purwakarta
Peristiwa 5 November 2007 kemarin di kantor KPUD Purwakarta merupakan salah satu diantara rentetan peristiwa yang wajar terjadi dalam proses dan dinamika politik lokal menuju transisi demokrasi.
Setiap kali gejolak pesta pilkada pasti KPUD di buat pusing tujuh keliling, pasalnya ramai-ramai dan berbondong-bondong puluhan kader dan simpatisan DPC PKB Purwakarta mendatangi kantor KPUD setempat. Mereka mendesak agar lembaga itu menahan diri dan tidak cepat mengakui kepengurusan baru sebelum adanya putusan pengadilan. Mereka para simpatisan yang datang sekitar pukul 11.00 WIB itu menyerahkan fotokopi register gugatan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan No 963/PDT.G/2008/PN JKT Sel tertanggal (6/08/2008), Surat Edaran Lembaga Hukum dan HAM (Lakum HAM), serta Surat Imbauan Dewan Syuro. Ketua Dewan Tanfidz DPC PKB Purwakarta kepengurusan lama, Agus Marzuki mengatakan, penyerahan tiga berkas surat ini sebagai bukti bahwa saat ini tengah ada perselisihan internal. Sehingga KPUD Purwakarta dapat lebih cermat dengan tidak menerima kepengurusan berdasar Surat Keputusan (SK) No 3497/DPP-03/V/A.I/VII/2008 tentang Penetapan Susunan Dewan Pengurus Cabang PKB Purwakarta periode 2008-2009. "Kita semua memohon agar KPUD tidak menerima SK baru, karena saat ini masih dalam perselisihan yang masih digodok di pengadilan. Dan untuk gugatan terhadap Menkum HAM telah memasuki tahap sidang pertama," tutur Agus. Pihaknya berharap konflik internal yang terjadi dalam kubu KPUD harus segera di selesaikan secara hukum yang adil, agar tidak ada kerancuan didalam tubuh KPUD Purwakarta. Namun, apabila perselisihan berkepanjangan, kubunya tetap menjalankan roda organisasi seperti biasanya, termasuk pencalonan anggota legislatif. Ketika Tiro mengkonfirmasikan masalah ini ke Dadan Komarul Ketua KPUD Purwakarta, sampai saat ini sekira 30 calon legislatif (caleg) telah mendaftarkan diri. Pihaknya akan tetap melakukan selection calon dan bertekad untuk membereskan perseteruan ini.
Sumpah Pocong?
Sungguh menggelitik di benak kita ketika kekisruhan terjadi di tubuh KPUD Kabupaten Purwakarta, Banyak sinyalemen menyebutkan bahwa keterpurukan politik merupakan biang masalah (root of problem) dari seluruh permasalahan krusial yang ada di Indonesia. Maka dari itu tidak mengherankan bila demokrasi menjadi wacana serius dalam proses dan dinamika politik di Indonesia. Ketika KPUD Purwakarta yang dengan gamblang menantang sumpah pocong terhadap sejumlah pihak yang tidak puas atas keputusan Pengadilan Tinggi. Cara itu dianggap solusi terakhir guna menyudahi sengketa Pilkada Kabupaten Purwakarta. Namun hal tersebut bukanlah hal yang pantas dilakukan oleh para petinggi di tubuh KPUD yang mempunyai intelektual tinggi dan cara tersebut tidak rasional. Juga sebagai test case terhadap Gerakan Moral Masyarakat Purwakarta (GMMP) yang menentang hasil pilkada Kab. Purwakarta. KPUD menilai, konflik tersebut sudah tidak bisa lagi menggunakan mekanisme peraturan dan tak bisa ditolerir. ”pasalnya, kalau sudah tidak percaya lagi terhadap putusan pengadilan, tidak ada jalan kecuali harus sumpah pocong. Memang, apa pun keputusan pengadilan pasti terasa pahit. Namun, itu menjadi sebuah resiko yang harus dihadapi bila kita bertarung di meja hijau,”ujar Ketua KPUD Kabupaten Purwakarta Dadan Komarul kepada Tiro. Pasca kemenangan KPUD di Pengadilan Tinggi Jabar, pihaknya bakal fokus menyelesaikan sejumlah persoalan internal. Salah satu di antaranya menelusuri kasus surat suara yang tercecer. Hal tersebut perlu diselesaikan agar tidak menjadi preseden buruk bagi lembaga penyelenggara pesta demokrasi ini. Dalam kerangka demokrasi, konflik politik dianggap sebagai gejala yang wajar selama ikhtiar-ikhtiar dan manuver-manuver politik yang berlangsung tidak menyalahi peraturan normatif perundang-undangan yang berlaku.
Langkahnya dengan mengecek ke gudang penyimpanan serta menghitung surat suara. Jika terdapat dokumen negara yang hilang, KPUD tidak akan segan melaporkannya ke aparat berwenang.”Kasus ini bukanlah pelanggaran pilkada, melainkan sudah terkait kategori pidana umum,”tegasnya. Ia menerangkan, apabila memang ada surat suara yang hilang atau tercecer, artinya itu telah terjadi pencurian dokumen negara. Oknum ini harus diproses sesuai hukum yang berlaku. Pengusutannya pun harus jalan terus jangan mbalelo. ”Saya sendiri merasa heran dengan munculnya kasus ini,”tutur Dadan kepada Tiro. Lily Hambali Hasan menganggap tantangan KPUD tersebut terlalu berlebihan. Pihaknya tetap menilai proses Pilkada Kabupaten Purwakarta penuh dengan kecurangan dan penuh intrik busuk. Permasalahan tersebut masih janggal dan sulit diterima. Menurutnya, puas dan tidak puas merupakan hak setiap masyarakat. ”Jadi tidak perlu melakukan sumpah pocong karena terdapat undang-undang yang mengatur sejumlah keberatan hasil suksesi. Saya tidak menyerah dengan hanya kalah di Pengadilan Tinggi Jabar. Ada mekanisme atau aturan lain yang akan kami tempuh, yakni PK ke Mahkamah Agung (MA),”kata Lily. Dia mengatakan, cara tersebut menjadi lebih rasional serta dibenarkan oleh regulasi yang berlaku. ”Maka dari itu, kita berusaha menginventarisasi bukti baru. Apalagi keputusan Pengadilan Tinggi bukan menjadi keputusan akhir,”tandasnya. Tantangan sumpah pocong KPUD menimbulkan reaksi dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Purwakarta. Pihaknya menilai, sumpah tersebut tidak dikenal dalam syariat Islam. Bahkan, pelaku sumpah bisa berdosa besar. Karena itu, pihaknya menentang keras terhadap praktek tersebut. ”Tidak ada itu sumpah pocong. Bila mau bersumpah, gunakanlah cara-cara yang benar, tidak dengan cara itu,” kata Wakil Ketua MUI Kabupaten Purwakarta KH Abun Bunyamin. Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Purwakarta tidak pernah mengakui kepengurusan Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Purwakarta pimpinan Agus Marzuki. Pasalnya, KPUD hanya menerima kepengurusan pimpinan Jaenal Arifin sebagaimana tertuang dalam Surat Keputusan (SK) terakhir dari partai tersebut. Menurut Ketua KPUD Purwakarta Dadan Komarul Ramdan, pihaknya tidak tahu menahu atas konflik internal yang mendera partai itu.
Lembaganya hanya mengakui SK DPP PKB terakhir. Pernyataan dia seperti itu menyusul adanya kepungurusan ganda baru-baru ini."Kita hanya bepegang pada SK terakhir. Jadi permasalahannya bukan dalam pengertian mengakui atau tidak. Karena konflik internal PKB bukan urusan kami, melainkan permasalahan yang ada pada mereka," kata Dadan. Selain itu, tandasnya, KPUD hanya menerima pengembalian formulir dari calon legislatif (caleg) yang mendapat persetujuan dari partai sesuai SK terakhir. Meskipun dalam hal pengambilan berkas lembaganya bakal melayani siapa pun calegnya. Akan tetapi, lanjutnya, bilamana dalam kurun waktu hingga 19 Agustus 2008 ternyata muncul kembali SK kepengurusan DPC PKB baru. Secara otomatis pengakuan pun hanya kepada kepengurusan sebagaimana keputusan terakhir. Namun, sementara ini belum ada perubahan SK yang diterima, masih kepengurusan Ketua Dewan Tanfidz Jaenal Arifin. Menanggapi sikap seperti itu, Ketua
Dewan Tanfidz DPC PKB kepengurusan lama Agus Marzuki menyesalkan adanya sikap KPUD seperti itu.
Konflik politik dianggap sebagai gejala yang wajar
Kendati secara mekanisme lembaga tersebut hanya mengakui kepengurusan berdasarkan SK terakhir. "Untuk persoalan SK, semestinya dalam hal pergantian kepengurusan harus melalui aturan main berdasarkan AD/ART partai. Tapi sekarang, justru dengan tiba-tiba ada perubahan pengurus, ini kan aneh,"ujar Agus. Dia secara tegas menyatakan, SK No 3497/DPP-03/V/A.I/VII/2008 tentang Penetapan Susunan Dewan Pengurus Cabang Partai Kebangkitan Bangsa Kabupaten Purwakarta Periode 2008-2009, adalah cacat hukum. Dengan adanya keputusan tersebut ada upaya untuk melengserkan dirinya, walaupun sampai hari ini dirinya tidak merasa dilengserkan. Artinya masih berstatus sebagai Ketua Dewan Tanfidz. Sementara itu, Ketua Dewan Tanfidz DPC PKB Purwakarta kepengurusan baru Jaenal Arifin menganggap, SK pengangkatannya dari DPP sebenarnya di luar konteks perseteruan antara Muhaimin Iskandar dan Gus Dur. Muhaimin Iskandar pun melayangkan protes ke Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Purwakarta, Selasa (12/8), terkait dengan polemik yang terjadi di DPC PKB Purwakarta dan isu pemboikotan pemenangan PKB di dalam Pemilu 2009. Surat yang dilayangkan oleh Muhaimin itu bernomor 3735/DPP-03/V/A.2/VIII/2008 mengenai penegasan keabsahan SK DPP Nomor 3497/DPP-03/V/A.I/VII/2008 tentang Penetapan Susunan DPC PKB Purwakarta tahun 2008-2009 yang ditandangani Muhaimin Iskandar. Ketua DPC PKB Purwakarta versi SK DPP 3497/DPP-03/V/A.I/VII/2008, Jaenal Arifin, menjelaskan masalah itu kepada pers, di Purwakarta, Selasa. Surat itu merupakan bentuk penegasan bahwa kepengurusannya adalah kepengurusan yang sah secara hukum. "Kami juga akan melakukan sosialisasi kepada seluruh PAC se-Purwakarta mengenai SK DPP Nomor 3497/DPP-03/V/A.I/VII/2008 tentang Penetapan Susunan DPC PKB Purwakarta tahun 2008-2009 yang ditandatangani oleh Muhaimin," katanya. Selain itu, pihaknya juga berencana akan duduk bersama untuk membicarakan dan mencari solusi mengenai munculnya permasalahan di DPC PKB Purwakarta. Namun begitu, upaya kompromi, kerjasama dan konsensus politik sulit dapat terwujud tanpa adanya sikap kedewasaan berpolitik dari masing-masing elit politik lokal yang terlibat konflik. Kedewasaan berpolitik akan melahirkan sikap legowo yang dapat memotivasi nurani elit-elit politik lokal untuk mau duduk berdialog mencari resolusi konflik dalam satu meja sehingga mencapai konsensus politik yang bukan saja akan menguntungkan kedua belah pihak yang berkonflik, melainkan juga masyarakat lokal sebagai pemilik kedaulatan Pilkada. Ditanya mengenai kantor DPC PKB Purwakarta yang sampai saat ini masih diduduki oleh sejumlah pengurus DPC PKB Purwakarta versi Abdurrahman Wahid yang diketuai Agus Marjuki, ia mengaku saat ini tidak mempermasalahkan hal tersebut.”Toh kami akan lebih serius menghadapi pilkada mendatang, walau KPUD Purwakarta dinilai amburadul,” tegasnya. Salah satu pilar penting untuk mendukung tegak dan tidaknya demokrasi dalam proses dan dinamika politik lokal adalah terpeliharanya kemandirian politik elit-elit politik lokal.
(Indra Purba S)

Tidak ada komentar: